Alt/Text Gambar

Biografi Utut Adianto Wahyuwidayat

Written By erwin taniema on Minggu, 01 Juli 2012 | 07.47

Sedang Bertanding















Utut Adianto Wahyuwidayat (lahir di Jakarta, 16 Maret 1965) adalah seorang pecatur yang sering dianggap sebagai yang terbaik yang pernah dimiliki indonesia Ia adalah Grandmaster (GM) Indonesia berperingkat tertinggi di dunia saat ini.
GM Utut Adianto, anak keempat dari lima bersaudara, mengenal catur dari kakaknya saat berusia enam tahun. Pada 1973, kala berusia 8 tahun, Utut mulai latihan di klub catur Kencana Chess Club. Di tahun itu pula, untuk pertama kali Utut ikut kejuaraan catur yunior se-DKI Jakarta di bawah usia 20 tahun.
Saat meraih gelar grand master, ia adalah pecatur Indonesia termuda yang berhasil mencapai prestasi ini, yaitu pada usia 21 tahun. Sejak saat itu, prestasi tersebut telah berhasil dilewati pecatur muda lainnya, Susanto Megaranto, yang menjadi GM pada usia 17 tahun. Utut sempat menjadi grand master super pada tahun 1995-1999, saat ELO ratingnya melebihi 2600.
Hasilnya, dari 45 peserta Utut masuk peringkat ke-15. Semangatnya terpacu. la pun makin giat berlatih. Apalagi kala ayahnya, Ngatidjo Adiprabowo, menghadiahi buku My 60 Memorable Games karangan pecatur dunia Bobby Fisher. Dari situlah teori dan teknik memainkan bidak dari berbagai kitab catur dilahap Utut. Bisa dibilang, Utut termasuk generasi pertama pecatur Indonesia yang mempelajari catur bukan sekadar melalui kejuaraan. "Saya juga membedah teknik lewat pendekatan ilmiah," kata Utut yang memiliki IQ 128 ini.
Pria kelahiran Jakarta, 16 Maret 1965 ini merebut posisi Juara Junior Jakarta pada tahun 1978 atau umur 13 tahun. Juara Junior Nasional tahun 1979. Juara II Dunia (di bawah usia 16 tahun) di Puerto Rico. Pada 1982, Utut mulai mencuri perhatian publik dengan meraih gelar master nasional. Setahun kemudian ia menyandang FIDE Master. Gelar master internasional diraihnya pada 1985. Setahun kemudian Utut meraih grand master (sebutan pecatur dengan peringkat tertinggi) internasional termuda se-Asia Tenggara, saat masih 21 tahun.
Tahun 1986, Utut Adianto meneruskan studinya mengambil jurusan hubungan internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjajaran, Bandung. Saat itu, hatinya mulai bimbang, memilih catur sebagai profesi atau melanjutkan kuliahnya. Ia kemudian memberanikan diri menghadap ketua umum persatuan catur seluruh indonesia (Percasi), yang juga menteri luar negeri sekaligus guru besar Unpad, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja untuk berhenti kuliah dan berkonsentrasi bermain catur.
Ia juga berharap Pak Mochtar mau membiayai beberapa kejuaraan catur di luar negeri yang akan ia ikuti. Permintaan Utut itu ditolak. Pak Mochtar tetap menyarankannya melanjutkan kuliah. Akhimya, Utut menyelesaikan kuliahnya pada 1989. Setelah itu, ia bekerja di salah satu perusahaan pengembang terkemuka. Selama bekerja, Elo rating-nya perlahan-lahan menurun dari 2.525 menjadi 2.470 dalam waktu setahun terhitung sejak ia bekerja.
Maka, pada1991, Utut mengundurkan diri dari perusahaan itu, dan terjun sepenuhnya sebagai pecatur profesional. Dampak keputusannya ini pada awalnya sangat sulit sebab ia harus pandai menghemat dan menabung. Apalagi sebulan kemudian, Utut mempersunting Tri Hatmanti, dokter yang kini bertugas di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan. Tapi untunglah ia mendapat dukungan dari calon isteri dan mertua yang tidak berkeberatan punya mantu pecatur. Kendati belum jelas masa depannya dibandingkan dengan profesi lain yang lebih gemerlap. Ia percaya bahwa di mana ada usaha, pasti ada jalan.
Keputusan Utut rupanya tidak salah. Mimpinya mulai terwujud sejalan dengan bertambahnya jam terbang mengikuti berbagai turnamen catur nasional dan internasional. Kesempatan bertanding itu tak lepas dari dua bersaudara Santoso Wirya dan Eka Putra Wirya yang menanggung seluruh biaya. Pada awal Juni 1994 pertama kali ia ke AS mengikuti pertandingan New York Terbuka dan Kejuaraan Dunia Terbuka di Philadelphia. Terus melanglang ke beberapa negara Eropa, mengikuti Grand Prix PCA di London. Hasilnya, ia menjuarai Biel Open, juara II di Luzern, dan juara III Biel Master.
Tahun 1995, ia menjuarai Zona Asia Pasifik di Genting Highland, Malaysia dan menyandang predikat Super Grand Master dengan peringkat Elo 2.600. Menduduki peringkat Elo 2.600 membuat kehidupan ekonomi Utut semakin baik. Pada 1997, Utut meraih prestasi terbaiknya dengan menduduki peringkat 39 dunia dengan Elo rating 2615.
Kini, Utut tercatat sudah 89 kali mewakili tim nasional Indonesia. Prestasi yang diukir sejak 1981-2000 adalah menjadi juara pada 15 turnamen internasional. Dari tujuh kali berjuang di ajang Olimpiade sejak 1982, Utut mencatat prestasi dengan meraih perak di Dubai, UEA pada 1986, dan medali emas di Istambul, Turki, tahun 2000. MURI mencatat pesta catur terbesar ketika Utut Adianto bertanding sendirian melawan 833 orang dalam simultan catur di Surabaya tahun 1998. Akhir Januari 2004, Utut kembali tercatat dalam MURI ketika bertarung melawan 9.122 peserta di Gelegar Mega Catur 12.000 yang diselenggarakan di Hal A-B Pekan Raya Jakarta namun gagal melampaui rekor sebelumnya yang diselenggarakan di Havana, Kuba, 7 Desember 2002, tercatat 11.320 orang. Kebanggaan lainnya adalah berhasil membuka Sekolah Catur Utut Adianto di Bekasi, Jawa Barat, pada 1993. Dari sekolah ini, lahir Susanto Megaranto, pecatur cilik yang meraih master internasional pada usia 15 tahun.
Sebagai seorang Grand Master, hingga saat ini Utut tak memiliki pelatih tetap. Ia hanya berlatih menghadapi komputer catur dan menambah ilmu dengan mempelajari buku catur yang jumlahnya seabrek. Ia mengaku jika sedang berada di tanah air jadwal latihannya suka kacau. Ada saja kesibukannya, teman-teman pada datang atau dia harus ngantor dan mengajar catur di sekolah catur Enerpac sebagai ketua dewan pelatih.
Dari pernikahannya dengan Dr. Tri Hatmanti, ia mempunyai seorang anak bernama Mekar Melati Mewangi.
"Saya sedang beradaptasi dari olahragawan menjadi politisi. Tapi jangan hanya bicara catur, kita harus bicara juga soal kondisi negara," kata Utut, saat seorang pegawai DPR meminta belajar catur di ruangan Utut.
Utut, yang mengenakan batik Mega Mendung berwarna merah, lantas berharap bahwa kiprahnya di Komisi X DPR akan membawa perubahan bagi dunia olahraga, khususnya kehidupan olahragawan. Komisi X salah satunya membidangi olahraga.
"Kalau ada insentif pada olahragawan, maka akan merangsang orang menjadi olahragawan. Tapi kita tahu, di DPR kan lintas fraksi, saya masih anak bawang. Jadi, perjuangannya mungkin lebih berat," kata Utut.

0 komentar:

Posting Komentar